Surat Gembala Hari Kemerdekaan RI 2011
0
comments
Surat Gembala Uskup Agung Semarang untuk Hari Kemerdekaan Repulik Indonesia Tahun 2011
“Irisan itu tidak perlu besar, ... irisan kecil saja akan mampu membawa kebajikan untuk semua...”
Saudari-saudaraku yang terkasih dalam Tuhan,
Sebagai orang beriman kita menyadari betul, bahwa peristiwa proklamasi
kemerdekaan Indonesia, 17 Agustus 1945, bukanlah sekedar peristiwa
sejarah bangsa, tetapi adalah peristiwa sejarah keselamatan, karena
dalam peristiwa tersebut Allah meyatakan diri-Nya sebagai Tuhan yang
Mahaesa, pemersatu, dan pembebas yang mengantar bangsa Indonesia menuju
kemerdekaan. Kemerdekaan adalah hak dasar manusia dalam berkehidupan.
Pada tanggal 17 Agustus 2011 ini bangsa Indonesia
memperingati 66 tahun merdeka. Sepanjang kurun waktu 66 tahun tersebut,
hanya cinta akan tanah airlah yang membuat bangsa ini mampu tegak
berdiri menyongsong kehidupan yang lebih baik. Mgr. Albertus
Soegijapranata pernah mengungkapkan bahwa, cinta akan tanah air terwujud
dalam usaha keras membuat bangsa ini ‘terhitung’, dihargai, dan
berarti.
Umat Katolik Keuskupan Agung Semarang (KAS) adalah bagian tak
terpisahkan dari bangsa Indonesia yang majemuk, dalam budaya dan suku
bangsa, dengan beragam agama dan kepercayaan yang dianut. Sebagai
pribadi dan anggota masyarakat yang mendiami sebuah pulau besar dan
padat, pulau Jawa, dengan luas 134,045 km2, dan didiami lebih dari 130
juta jiwa, umat Katolik KAS pasti hidup berdampingan dengan orang-orang
lain yang beragam watak dan tabiatnya. Tidak selamanya hidup
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dipahami sebagai proses dinamis
yang membutuhkan sikap saling mengasihi dan menghormati. Sebaliknya,
berbagai gejolak dinamika dalam masyarakat dalam beberapa tahun terakhir
ini membuat kita merenungkan lebih dalam, peran dan kontribusi apakah
yang dapat diberikan umat Katolik KAS?
Gereja mengajarkan, bahwa kegembiraan dan harapan, duka dan kecemasan
bangsa adalah kegembiraan dan harapan, duka dan kecemasan murid-murid
Kristus juga (bdk. Gaudium et Spes: Konstitusi Pastoral Konsili Vatikan
II, 7 Desember 1965). Solidaritas sedemikian itu telah kita nyatakan
dalam Arah Dasar KAS 2011-2015. Kita umat Allah KAS adalah persekutuan
paguyuban-paguyuban murid-murid Yesus Kristus, yang dalam bimbingan Roh
Kudus, berupaya menghadirkan Kerajaan Allah sehingga semakin signifikan
dan relevan bagi warganya dan masyarakat (bdk. Ardas KAS 2011-2015,
alinea 1).
Sebagai bangsa merdeka, umat Katolik KAS perlu menjadi umat Katolik
‘bajik’ sebagai perwujudan cinta akan tanah air untuk menjadikan bangsa
Indonesia ini ‘terhitung’, dihargai, dan berarti. Umat Katolik ‘bajik’
akan selalu menghadirkan Kerajaan Allah dalam segala situasi, dan
menjadi pelaku perubahan untuk menuju kebajikan. Perubahan menuju
kebajikan adalah suatu bentuk kesadaran dan kepedulian akan tanda-tanda
perubahan zaman dalam terang Injil, seperti yang diamanatkan dalam
Ajaran Sosial Gereja.
Saudari-saudaraku yang terkasih dalam Tuhan,
Pada tahun ini kita memperingati 120 tahun ensilikik “Rerum Novarum”
(Paus Leo XIII, 15 Mei 1891), yang memuat ajaran Gereja, bagaimana
Gereja menyikapi hal-hal baru dalam dunia modern. Menyikapi segala
pergolakan dunia modern, umat Katolik ‘bajik’ akan berlaku dan melakukan
segala kebaikan sebagai murid-murid Yesus Kristus, dalam bimbingan Roh
Kudus, untuk mencapai kebajikan sejati dalam Allah. Dalam terang Ajaran
Sosial Gereja itu umat Katolik sebagai bagian dari masyarakat memperoleh
‘irisan’ yang dapat menjadi penentu keberlanjutan kehidupan bangsa.
“Irisan itu tidak perlu besar, ... irisan kecil saja akan mampu membawa
kebajikan untuk semua...”
Bencana erupsi Merapi (Oktober 2010 - Januari 2011) mampu memberikan
makna mendalam tentang irisan dan masyarakat ‘bajik’ yang cinta akan
tanah air. Ternyata bencana erupsi Merapi tersebut justru menjadi
‘irisan’ dari berbagai kelompok masyarakat untuk berlomba-lomba
mendatangkan kebajikan bagi semua pihak. Umat Katolik KAS berperan
sungguh dalam bencana erupsi Merapi, dengan memberikan dirinya hadir
sebagai upaya menghadirkan Kerajaan Allah dengan membuat perubahan yang
‘revolusioner’. Perubahan revolusioner tersebut, misalnya terwuju dalam
peran berbagai pihak, yang juga melibatkan dunia perguruan tinggi, yang
ajur ajer bersama dengan sedulur Merapi menangani bencana. Kehadiran
kelompok masyarakat ‘bajik’ inilah yang ingin membawa kebajikan dalam
hal hidup berdampingan dengan bencana Merapi.
Cinta akan tanah air, dalam carut marut masyarakat yang sudah lelah
dijejali kasus-kasus korupsi, ketimpangan ekonomi, ketidakadilan gender,
pemaksaan kehendak, kebohongan publik, penafian arti keberagaman dan
kebebasan beragama, adalah keniscayaan. Bangsa dan negara Indonesia yang
merdeka membutuhkan bentuk nyata untuk mewujudkan cintanya pada tanah
air. Di titik inilah, umat Katolik ‘bajik’ berperan menciptakan irisan
yang berarti, agar bangsa dan negara ini ‘terhitung’, dihargai, dan
berarti.
Saudari-saudaraku yang terkasih dalam Tuhan,
“Irisan itu tidak perlu besar,... irisan kecil saja akan mampu membawa
kebajikan untuk semua...” Itulah yang diperoleh oleh Maria, hamba Allah
dan bunda Gereja. Perannya sebagai orang beriman yang bajik merupakan
bagian penting dalam sejarah keselamatan bangsa, yang berdampak pada
perubahan yang ‘revolusioner’. Karena kesediaannya yang tulus Maria
diangkat ke surga, dan dengan demikian menjadi teladan abadi bagi
muridmurid Yesus Kristus. Dengan pengantaraan Kristus itulah bagi bangsa
Indonesia Allah adalah Tuhan yang Mahaesa, pemersatu dan pembebas
bangsa dari ancaman kehancuran Indonesia.
Dirgahayu Republik Indonesia ke-66 !!! 100% Katolik, 100% Indonesia!
Marilah kita menjadi umat Katolik KAS ‘bajik’, yang membawa kebajikan
bagi bangsa dan negara Indonesia.
Salam, doa dan Berkah Dalem,
Semarang, 10 Agustus 2011
+ Johannes Pujasumarta
Uskup Keuskupan Agung Semarang
Catatan:
Dibacakan kepada umat Katolik Keuskupan Agung Semarang pada hari Sabtu-Minggu, 13-14 Agustus 2011
sumber: Sekretariat KAS; Diposting dalam milis Choice oleh Bayu

0 comments:
Post a Comment